Jumat, 18 November 2011

Etika Kerja Menurut Konsep Islam

Memperoleh pekerjaan adalah merupakan hak asasi manusia, karena kerja melekat pada tubuh manusia, sehingga di tengah-tengah masyarakat Minangkabau terdapat seloroh "karajo tu labiah tuo dari awak" (pekerjaan sudah ada sebelum manusia itu dilahirkan). Kerja merupakan aktivitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan dari tubuh manusia. Tubuh adalah milik kodrati atau asasi setiap orang, karenanya tidak bisa dicabut, dirampas atau diambil darinya, maka pada hakekatnya kerjapun tidak bisa dicabut, diambil atau dirampas. Seperti halnya tubuh dan kehidupan merupakan salah satu hak asasi manusia, maka kerjapun merupakan salah satu hak asasi manusia. Bersama dengan hak atas hidup, hak atas kerja dimiliki oleh manusia karena dia adalah manusia.



Namun walaupun pekerjaan itu merupakan hak azasi setiap orang, tetapi setiap orang juga tidak pantas saja melakukan pekerjaan itu seperti apa yang dikehendaki. Ada beberapa aturan dan ketentuan yang harus ditaati, baik aturan yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt, maupun ketentuan yang ditetapkan oleh suatu instansi atau kelompok kerja tertentu. Aturan itu bertujuan supaya setiap manusia dalam mengambil haknya tidak merampas hak-hak orang lain yang justru juga merupakan hak azasinya.


H.Rusydi.AM dalam bukunya Etos Kerja dan Etika Usaha, Perspektif Al Qur’an, Dalam Nilai Dan Makna Kerja Dalam Islam menuliskan bahwa, ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits sebagai pedoman yang bersifat universal, menggariskan norma-norma etika dalam bekerja dan berusaha sebagai berikut :
  1. Niat yang baik, karena niat sangat menentukan terhadap nilai suatu kerja, maka niat harus betul-betul tulus dan ikhlas.
    Maksudnya niat bekerja harusdidasarkan “karena Allah”. Bila niat ditujukan karena Allah, maka akan memiliki dimensi ibadah, yang tentunya akan mendapat imbalan pahala dari Allah SWT, di samping imbalan materi sebagai hasil kerjanya. Dalam kaitan dengan niat yang baik ini Rasulullah Saw. bersabda : “Sesungguhnya seluruh amal (pekerjaan) itu tergantung pada niatnya” (HR.Bukhari dan Muslim). Maksudnya niat itu adalah kunci dalam bekerja dan berusaha.

  2. Tidak melalaikan kewajibannya kepada Allah SWT.Sebagai makhluk Tuhan yang diberikan kesempurnaan ciptaan, manusia mempunyai seperangkat kewajiban kepada Allah SWT dalam bentuk ibadah, sehingga setiap pekerjaan yang dilakukan manusia tidak sampai melalaikan ibadah kepada Allah. Hal ini sejalan dengan seruan Allah dalam Al Qur’an :

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
    Artinya :  “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk menunaikan Shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Q.S.Al Jumu’ah ayat 9).Ayat tersebut menegaskan betapa pentingnya pelaksanaan Sholat Jumat dibanding aktivitas usaha. Bila adzan berkumandang maka aktivitas jual beli dan pekerjaan  lainnya harus dihentikan untuk sementara. Hal ini berarti bahwa dalam bekerja, selalu mengindahkan norma-norma yang telah digariskan Allah SWT, batas mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dikerjakan.

  3. Suka sama suka  antara pihak-pihak yang bersangkutan.
    Etika ini didasarkanpada firman Allah Swt. dalam Al Qur’an Surat An-Nisa : 29 yang berbunyi :

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ
    مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً


    Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta bersamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang padamu.”

    Etika suka sama suka ini merupakan satu isyarat bahwa betapa pentingnya hubungan yang    harmonis antara pedagang dengan pembeli, antara produsen dengan konsumen, antara buruh dengan majikan dan antara bawahan dengan atasan karena kedua belah pihak itu saling membutuhkan (interdependensi). Dalam etika suka sama suka juga tersirat adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia dalam arti yang luas. Secara sederhana, hak-hak pekerja harus mendapat perlindungan, kompetisi dalam setiap kehidupan dan profesi memang diakui dalam Islam, tetapi harus dengan cara yang sehat (fair), yang intinya tidak mengorbankan hak dan kepentingan orang lain.

  4. Dilandasi akhlak dan mental yang baik.Setiap aktivitas atau pekerjaan yang islami harus dilandasi oleh akhlak yang mulia, karena itu para pekerja atau pegawai , pedagang ataupun pekerjaan lainnya harus mempunyai akhlak dan sikap mental yang baik. Hal ini dapat dianalogikan dari sabda Rasulullah Saw : “Pedagang yang jujur, benar lagi muslim kelak di hari kiamat akan bersama-sama para syuhada”.Buchari Alma, seorang usahawan sukses dari Jepang yang mengatakan bahwa untuk mencapai sukses dalam pekerjaan dan karir harus memenuhi 8 (delapan) persyaratan, yaitu :
    a. Kemauan yang keras (capacity for hard work).
    b. Mencapai tujuan dengan bantuan orang lain (geeting things done with
        a through people).
    c. Penampilan yang baik ( good appearance).
    d. Keyakinan diri ( self confidence).
    e. Membuat keputusan ( making sound decision).
    f. Pendidikan (college education).
    g. Dorongan ambisi (ambition drive).
    h. Pintar berkomunikasi ( ability to communicate).

    Kedelapan syarat di atas, jika dikaji dari AlQur’an dan Hadits sebagai sumber utama ajaran Islam, sebenarnya sudah terlebih dahulu meletakan dasardasar etos dan etika kerja untuk kesuksesan umat, seperti yang terlihat dari Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 159 berikut :

    فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

    Artinya : "Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah Mencintai orang yang bertawakal".


    Ayat tersebut memberikan tuntunan bahwa kemauan keras untuk bekerja pada akhirnya harus berserah diri kepada Allah, manusia berencana, berkehendak dan berusaha sekeras mungkin, namun Allahlah yang memegang segala keputusaan. Dalam ayat ini juga memberi petunjuk  bahwa setiap manusia harus memiliki keyakinan pada kemampuan diri sendiri ( confidence ), sehingga jika ada keyakinan akan timbul tekad yang kuat  (azm) yaitu kebulatan hati untuk mencapai sesuatu.

  5. Tidak melakukan kecurangan.
    Islam sangat mencela perbuatan curang dalam praktek usaha atau dalam melaksanakan pekerjaan, karena akan merugikan dan membahayakan bagi orang lain. Setiap pekerjaan harus secara jujur, jauh dari kekurangan, berbagai bentuk kecurangan dilakukan oleh pribadi atau kelompok  yang berpangkal dari kepribadian yang tidak dilandasi  al-akhlaq Al Kariimah. Pembentukan akhlak melalui pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal harus dapat diselenggarakan, terlebih jika dikaitkan dengan diutusnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul untuk memperbaiki akhlak manusia. Dan eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh akhlak dan keruntuhan akhlak juga merupakan pertanda keruntuhan suatu bangsa.

  6. Menerapkan administrasi yang baik dan manajemen yang tepat.Administrasi yang baik dan manajemen yang tepat sangat menentukan keberhasilan seseorang ataupun kelompok, terutama dalam dunia yang telah modern seperti saat ini. Kedua-duanya betul-betul sangat menentukan kredibilitas seorang pekerja, organisasi ataupun lembaga. Hal tersebut sesuai dengan Firman Allah yang terjemahannya sebagai berikut :
    “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamallah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” ( Qs Al Baqarah ayat 282).

  7. Obyek pekerjaan/usaha yang halal.Halal disini dari segi agama, artinya tidak boleh melakukan pekerjaan yang dilarang oleh agama, misalnya memperjual belikan barang yang diharamkan oleh agama seperti minuman keras. Selain itu dilarang pula mengusahakan sesuatu yang lebih banyak mendatangkan mudharat, melainkan harus usaha atau pekerjaan yang mendatangkan banyak manfaat bagi dirinya dan masyarakat banyak.
Demikianlah Islam telah mengatur sedemikian rupa bagaimana etika dan tata krama dalam bekerja dan berusaha.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar